Senin, 29 Juni 2015

DASAR-DASAR SOSIOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM


DASAR-DASAR SOSIOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM;
Manusia Sebagai Makhluk Individual-Sosial dan Manusia Sebagai Makhluk Bermanfaat bagi Orang Lain


Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM

Dosen Pengasuh:
Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA



Description: F:\LOGO IAIN (PASCASARJANA)\Cover Hitam Putih.png
Oleh :
Badaruddin
NIM  1402521358

H. Ainul Yakin
NIM 1402521354


PROGRAM PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2015


KATA PENGANTAR
                                                
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat Dalam rangka memenuhi tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Metodelogi Penelitian. Adapun judul makalah ini adalah “Dasar-Dasar Sosiologis Pendidikan Islam; Manusia Sebagai Makhluk Individual-Sosial dan Manusia Sebagai Makhluk Bermanfaat bagi Orang Lain”  yang merupakan salah satu tugas mata kuliah ”Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada dosen pengasuh kami Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA, juga kepada teman-teman yang sudah membantu kami sehingga dapat menyelesaikan makalah kami ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.




Banjarmasin, 4 Juni 2015


                                                                                                                                                                 Penulis











DAFTAR ISI

     Hal
KATA PENGANTAR ...................................................................................         i
DAFTAR ISI .................................................................................................        ii      
BAB I         PENDAHULUAN......................................................................        1
BAB II       PEMBAHASAN........................................................................         2
                   A. Manusia Sebagai Makhluk Individual-Sosial.........................         2
                   B. Manusia Makhluk yang Bermanfaat Bagi Orang Lain...........         8
BAB III       PENUTUP................................................................................       11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................       12


BAB I
PENDAHULUAN

            Manusia adalah salah satu makhluk yang diciptakan Allah dimuka bumi. Penciptaan manusia pertama adalah Nabi Adam As. Pada awalnya Beliau hidup sendiri di surga. Namun pada akhirnya Allah menciptakan Siti Hawa untuk menemani Nabi Adam As di surga. Dari cerita ini, menggambarkan bahwa pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri.

            Sebagai individu, pada hakikatnya manusia memerlukan orang lain. Bahkan orang kaya sekalipun, ia tidak bisa menjalankan aktivitasnya tanpa bantuan pelayan dan karyawannya yang lain. Jadi, manusia adalah makhluk individu yang memerlukan idividu-individu lain dalam menjalankan aktvitasnya. Artinya manusia juga perlu bersosial untuk menjalankan keberlangsungan hidupnya. Saling membantu dan memberi manfaat dan keuntungan antara satuu dengan yang lainnya.

            Dalam makalah ini, akan dijelaskan bagaimana dasar-dasar manusia sebagai makhluk individu-sosial, kemudian sebagai makhuk sosial tentu  kita harus mengetahui bagaimana bermasyarakat. Maka dalam makalah ini juga dijelaskan ciri masyarakat ideal menurut Al-Qur’an serta tentang manusia sebagai makhluk yang bermanfaat bagi orang lalin.
           
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Manusia Sebagai Makhluk Individual-Sosial
Kata individu berasal dari kata latin yakni “individuum” berarti yang takterbagi, jadi merupakan suatu sebutan  yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.[1] Individu dalam bahasa Perancis artinya orang seorang. Kata ini selalu mengacu pada manusia adan tidak pada yang bukan manusia; dalam hal ini adalah satu orang manusia. “in-dividere” berarti makhluk individual yang dapat dibagi-bagikan.[2]
Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri, namun didalam proses kehidupan selanjunya manusia membutuhkan manusia lain disekelilingnya. Ini yang merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu makhluk sosial yaitu makhluk yang hidup bersama.[3]
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk hidup ciptaan Tuhan, karena manusia memiliki akal. Namun demikian sebagai makhluk  biologis merupakan individu yang meimilki potensi-potensi kejiwaaan yang  harus dikembangkan. Dalam rangka perkembangan  itu, suatu ketrpaduan antara pertumbuhan jasmani dan rohani. Dalam rangka perkembangan itu, sudah tentu individu tidak mampu berdiri sendiri, melainkan hidup dalam  suatu antar hubungansesama manusia. Dengan demikian dalam hidup dan kehidupannya harus selalu mengadakan kontak dengan manusia lain.[4]
Dipandang dari sudut sosiologi, manusia adalah makhluk individu yang cenderung bermasyarakat. Dalam menjalani kehidupannya, manusia memang manusia tidak akan mampu secara sedirian. Oleh sebab itu manusia membutuhkan orang lain. Saling ketergantungan satu sama lain inilah yang menghantarkan manusia menjadi bermasyarakat.
Manusia dikenal dengan makhluk humo sucius, yakni sebagai makhluk sosial yang senang bekerjasama, berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lain, karena dapat dipastikan bahwa manusia tidak bakal mampu hidup sendirian, manusia juga diciptakan oleh Allah berpasangan (Surah An-Nahl :72). Dari berpasangan suami isteri itulah lahir anak cucu manusia yang sehari-kesehari menjadi jumlah manusia semakin membesar.
ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ  
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
Dari rumah tangga atau keluarga terbentuk komunitas dan akhirnya terbentuk sebuah masyarakat. Dari masyarakat terbentuk suku bangsa yang antar satu dan lainnya saling berbeda, tetapi perbedaan tersebut seharusnya dipandang secara positif sehingga diharapkan saling kenal mengenal satu sama lain. Dari saling kenal mengenal itulah diharapkan akan terjadi pertukaran pengetahuan, keterampilan bahkan kebudayaan dan peradaban umat manusia (Surah An-Nisa:1)
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa:1)
Dinamika yang diperoleh manusia melalui hubungan antara satu dan lainnya itu akan melahirkan berbagai perubahan dan kemajuan. Perubahan dan kemajuan itulah yang disebut pembangunan, baik pembangunan aspek fisik, mental bahkan rohaniah. Budaya dan peradaban manusia semakin berkembang sepanjang manusia menjalankan silaturrahmi, persahabatan dan persaudaraan, tetapi sebaliknya bilamana manusia saling menjajah, konflik dan menggunakan politik tertutup bukan politik barer inclusive, maka kebudayaan dan peradaban manusia akan menjadi kerdil.
Seseorang yang mengasingkan diri dari kehidupan sosialnya, maka dia akan semakin kerdil, karena pada dasarnya alienasi adalah penyakit yang bisa menghantarkan manusia ke lembah kesengsaraannya terutama tekanan psikologis yang tidak jarang membawa manusia  ke alam narkoba sebagai media mencari kepuasan pribadi. Kehidupan pribadi tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan sosial, begitu sebaliknya kehidupan sosial juga dipengaruhi  oleh kehidupan individu-individu yang ada di masyarakat tersebut.[5]
            Dalam kehidupan berumah tangga ataupun bermasyarakat juga tidak menutup kemungkinan terjadi permasalahan antar individu ataupun kelompok masyarakat. Untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Islam sudah mengajarkan umatnya untuk memecahkan sesuatu dan bertindak berdasarkan Al-Qur’a dan hadits.
Dalam hal ini, Ali Nurdin menyebutkan ciri-ciri khusus dari masyarakat ideal yang disebutkan oleh Al-Qur’an[6], yaitu:
1.      Musyawarah
Kata musyawarah berasal dari bahasa arab musyawarah yang merupakan bentuk isim mashdar dari kata kerja syaawara-yusyaawiru. Kata ini terambil dari kata sya, wa dan ra’ yang bermakna pokok mengambil sesuatu, menampakkan dan menawarkan sesuatu.
Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan tentang bermusyawarah, bahkan fakta sejarah juga menunjukkan banyak menceritakan tentang kehidupan orang-orang sebelumnya yang bermusyawarah. Seperti  kisah dalam perang Uhud. Yang diterangkan dalam QS. Ali Imran: 159
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ     
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Dalam ayat ini disebutkan tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Saw untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah. Ketiga sifat tersebut adalah berlaku berlaku lemah lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras. Meskipun ayat tersebut berbicara dalam onteks perang uhud umat Islam mengalami kekalahan yang serius, namun esensi sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap kaum muslim yang hendak mengadakan musyawarah, apalagi bagi seorang pemimpin. Kalau dia berlaku kasar dan keras hati niscaya peserta musyawarah akan meninggalkannya.
2.      Keadilan
Keadalian adalah kata jadian dari kata “adil” yang diserap dari bahasa arab ‘adl. Seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikanya selalu menggunakan ukuran  yang sama, bukan ukuran yang ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seorang yang adil tidak berpihak pada orang lain.
Ayat-ayat yang menjelaskan masalah ini cukup banyak terutama yang terkait dengan masalah penetapan hukum, beberapa ayat tersebut yaitu QS. An-Nisa: 58
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
3.      Persaudaraan
Suatu masyarakat tidak akan berdiri tergak apabila anggota warganya tidak menjalin persaudan. Persaudaraan tidak akan terwujud apabila tidak saling mencintai dan bekerja sama. Setiap anggota masyarakat yang tidak diikat oleh ikatan kerjasama adan kasih sayang serta persatuan yang sebenarnya, tidak mungkin dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama. Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa sesama mukmin adalah bersaudara. QS. Al-Hujurat:10
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ  
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”


4.      Toleransi
Persaudaraan yang diperintahkan Al-Quran tidak hanya tertuju kepada sesama muslim,  namuun juga keoada sesama warga masyarakat yang non-muslim. Salah satu alasan yang dijelaskan Al-Qur’an adalah bahwa manusia itu satu sama lain bersaudara karena mereka berasal dari sumber yang satu. Seperti yang ditegaskan oleh QS. An-Nisa ayat 1 yang sudah dikutip diatas. Selain itu, juga ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat: 13
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

B.     Manusia Makhluk yang Bermanfaat Bagi Orang Lain
            Manusia menurut pandangan islam harus bermanfaat bagi manusia lainnya sebagaimana penegasan Rasul bahwa “sebaik-baik seseorang diantara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. Oleh sebab itu manusia hendaknya selalu melakukan amal atau pekerjaan yang baik, menjauhi pekerjaan yang bisa mendatangkan kerusakan di muka bumi ini. Memang tugas manusia sebagai khalifah Allah adalah untuk memakmurkan bumi (Al-Qur’an Surah Hud: 61)
Dalam surah Hud tersebut tugas utama manusia adalah memakmurkan bumi yakni menaburkan kedamaian, kesejahteraan bagi penghuni alam semesta ini tanpa kecuali baik alam nabati, hewani maupun insani. Tugas kekhalifahan ini tidak bisa dipisahkan  pula dengan tugas utamanya sebagai hamba Allah (Abdullah) yang secara kontinu mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Posisi manusia sebagai Abdullaah dan Khalifatullah itulah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang sempurna.
Sebagai Khalifatullah manusia diberi izin  oleh Allah untuk mengolah bumi dan segala isinya untuk kepentingan umat manusia bukan untuk kepentingan dirinya secara pribadi semata. Agar manusia mampu mengelola alam semesta dan mengambil manfaat dari alam semesta ini, maka diperlukan pengetahuan dan keterampilan. Hasilnya adalah didapatnya berbagai kemudahan bagi manusia sendiri. Tetapi pengetahuan yang berkaitan dengan alam semata, tidaklah mencukupi. Oleh sebab itu sesuai dengan manusia memliki sisi fisik, mental dan rohani maka pengetahuan yang bisa mengisi dan mengembangkan kepuasan mental dan rohaninya dibutuhkan pula yakni pengetahuan yang terkait dengan agama. Kajian terhadap agama (Al-Qur’an dan Sunnah) akan membuahkan sesuatu yang menjadikan mannusia menjadi bermakna dalam kehidupannya.
            Untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan untuk memudahkan kehidupan dan memberi makna kehidupan, tidak ada jalan lain kecuali menguasai ilmu pengetahuan teknologi.
            Selain bertugas untuk memakmurkan bumi, manusia juga hendaknya menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar. Buah dari amar ma’ruf dan nahi munkar tersebut adalah manusia selalu berada dalam jalan kebenaran dan kebaikan, kedamaian, ketenteraman dan tersemainya keindahan.[7]
            Melihat konteks yang sudah dipaparkan diatas, pada dasarnya menyerukan manusia untuk berbuat baik dan memberi manfaat kepada orang lain. Lalu mengapa kita harus berbuat baik? Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan mengenai ini. Diantaranya adalah karena islam mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan ibadah ghairu mahdhah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia. Ibadah-ibadah tersebut banyak yang menganjurkan untuk berbuat baik. sebagai contoh shadaqah, banyak dalil naqli yang menganjurkan untuk bershadaqah baik bersumber dari Al-Qur’an dan hadits. Dan banyak lagi ibadah-ibadah lainnya yang berhubungan dengan anjuran untuk berbuat baik kepada sesama manusia.



BAB III
PENUTUP
Simpulan
            Manusia merupakan individu yang hidup bersama individu yang lainnya. Manusia juga merupakan makhluk Allah yang  paling sempurna, namun ia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain dan tanpa bersosialisasi.
            Dalam kehidupan ini, Allah menciptakan laki-laki dan peremuan, yang mana antara satu dengan yang lainnya saling memerlukan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam makalah ini, dengan adanya sosialisasi antara satu dengan yang lainnya akan menjadikan manusia lebih berkembang, karena dengan bersosialisasi dengan baik manusia akan dapat saling bertukar informasi, kebudayaan ataupun pengetahuan antara yang satu dengan yang lainnya.
            Didalam Al-Qur’an Allah SWT juga menjelaskan bagaimana bermasyarakat dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan menurut konsep Ali Nurdin. Ciri khusus masyarakat ideal menurut Al-Qur’an yaitu bermusyawarah, adanya keadilan, persaudaraan, toleransi.
            Sebagai makhluk sosial yang baik, tentu manusia  harus bisa menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain. Kenapa harus berbuat baik dan memberi manfaat kepada orang lain? Hal ini sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu karena Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik terhadap orang lain sebagai contoh shadaqah, infak, zakat, Qurban, aqiqah dan yang lainnya adalah bukti nyata bahwa Allah menginginkan manusia untuk memberi manfaat untuk orang lain. Selain itu, kita juga diajarkan untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar yaitu perintah untuk melaksanakan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Dengan demikian sudah sangat jelas sebagai manusia kita harus memberikan manfaat dan kebaikan untuk orang lain.



DAFTAR PUSTAKA


Ali Nurdin, 2006, Qur’anic Society; Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Al-Qur’an,  Erlangga, Jakarta.

Darmansyah, 1986, Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya.

H. Hartono dan Arnicun Aziz, 1990, Ilmu Sosial Dasar, Bumi Aksara, Jakarta.

H. Kamrani Buseri, 2014,  Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, Aswaja Pressindo, Yogyakarta.

Soleman b. Taneko, 1984,  Struktur dan Proses Sosial, Rajawali Pers, Jakarta.

Wahyu Ms, 1986, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya.



[1] Wahyu Ms, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya, Usaha Nasional, 1986) h.53
[2] Darmansyah, Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya, Usaha Nasional, 1986) h.69
[3] Soleman b. Taneko, Struktur dan Proses Sosial, (Jakarta, Rajawali Pers 1984) h. 48
[4] H. Hartono dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta, Bumi Aksara, 1990) hal. 60
[5] H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Aswaja Pressindo,2014), h.237
[6] Ali Nurdin, Qur’anic Society; Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Al-Qur’an, (Jakarta, Erlangga, 2006), h. 225
[7] H. Kamrani Buseri, Op. Cit., h.240


Tidak ada komentar:

Posting Komentar