DASAR-DASAR
SOSIOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM;
Manusia
Sebagai Makhluk Individual-Sosial dan Manusia Sebagai Makhluk Bermanfaat bagi
Orang Lain
Diajukan untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah
DASAR-DASAR PENDIDIKAN
ISLAM
Dosen Pengasuh:
Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA
Oleh
:
Badaruddin
NIM 1402521358
H. Ainul Yakin
NIM 1402521354
PROGRAM
PASCASARJANA
PRODI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada kita sekalian. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan
pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah ini
dibuat Dalam rangka memenuhi tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa dalam
mengikuti perkuliahan Metodelogi Penelitian. Adapun judul makalah ini adalah “Dasar-Dasar Sosiologis Pendidikan Islam; Manusia Sebagai Makhluk
Individual-Sosial dan Manusia Sebagai Makhluk Bermanfaat bagi Orang Lain” yang merupakan salah satu tugas mata kuliah ”Dasar-Dasar Pendidikan Islam”.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada dosen pengasuh kami Prof. Dr. H. Kamrani Buseri, MA,
juga kepada teman-teman yang sudah membantu kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah kami ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, kami
mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Banjarmasin, 4 Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA
PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR
ISI ................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2
A. Manusia Sebagai Makhluk Individual-Sosial......................... 2
B. Manusia Makhluk yang
Bermanfaat Bagi Orang Lain........... 8
BAB III PENUTUP................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah salah satu
makhluk yang diciptakan Allah dimuka bumi. Penciptaan manusia pertama adalah
Nabi Adam As. Pada awalnya Beliau hidup sendiri di surga. Namun pada akhirnya
Allah menciptakan Siti Hawa untuk menemani Nabi Adam As di surga. Dari cerita
ini, menggambarkan bahwa pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri.
Sebagai individu, pada
hakikatnya manusia memerlukan orang lain. Bahkan orang kaya sekalipun, ia tidak
bisa menjalankan aktivitasnya tanpa bantuan pelayan dan karyawannya yang lain.
Jadi, manusia adalah makhluk individu yang memerlukan idividu-individu lain
dalam menjalankan aktvitasnya. Artinya manusia juga perlu bersosial untuk
menjalankan keberlangsungan hidupnya. Saling membantu dan memberi manfaat dan
keuntungan antara satuu dengan yang lainnya.
Dalam makalah ini, akan
dijelaskan bagaimana dasar-dasar manusia sebagai makhluk individu-sosial,
kemudian sebagai makhuk sosial tentu
kita harus mengetahui bagaimana bermasyarakat. Maka dalam makalah ini
juga dijelaskan ciri masyarakat ideal menurut Al-Qur’an serta tentang manusia
sebagai makhluk yang bermanfaat bagi orang lalin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manusia Sebagai Makhluk Individual-Sosial
Kata individu berasal dari kata latin yakni
“individuum” berarti yang takterbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu
kesatuan yang paling kecil dan terbatas.[1]
Individu dalam bahasa Perancis artinya orang seorang. Kata ini selalu mengacu
pada manusia adan tidak pada yang bukan manusia; dalam hal ini adalah satu
orang manusia. “in-dividere” berarti makhluk individual yang dapat
dibagi-bagikan.[2]
Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri,
namun didalam proses kehidupan selanjunya manusia membutuhkan manusia lain
disekelilingnya. Ini yang merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu
makhluk sosial yaitu makhluk yang hidup bersama.[3]
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna
diantara makhluk hidup ciptaan Tuhan, karena manusia memiliki akal. Namun
demikian sebagai makhluk biologis
merupakan individu yang meimilki potensi-potensi kejiwaaan yang harus dikembangkan. Dalam rangka
perkembangan itu, suatu ketrpaduan
antara pertumbuhan jasmani dan rohani. Dalam rangka perkembangan itu, sudah
tentu individu tidak mampu berdiri sendiri, melainkan hidup dalam suatu antar hubungansesama manusia. Dengan
demikian dalam hidup dan kehidupannya harus selalu mengadakan kontak dengan
manusia lain.[4]
Dipandang dari sudut sosiologi, manusia adalah
makhluk individu yang cenderung bermasyarakat. Dalam menjalani kehidupannya,
manusia memang manusia tidak akan mampu secara sedirian. Oleh sebab itu manusia
membutuhkan orang lain. Saling ketergantungan satu sama lain inilah yang
menghantarkan manusia menjadi bermasyarakat.
Manusia dikenal dengan makhluk humo sucius,
yakni sebagai makhluk sosial yang senang bekerjasama, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan manusia lain, karena dapat dipastikan bahwa manusia tidak
bakal mampu hidup sendirian, manusia juga diciptakan oleh Allah berpasangan
(Surah An-Nahl :72). Dari berpasangan suami isteri itulah lahir anak cucu
manusia yang sehari-kesehari menjadi jumlah manusia semakin membesar.
ª!$#ur @yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& @yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4
È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sã ÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3t ÇÐËÈ
“Allah
menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki
dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari nikmat Allah ?"
Dari rumah tangga atau keluarga terbentuk komunitas dan
akhirnya terbentuk sebuah masyarakat. Dari masyarakat terbentuk suku bangsa
yang antar satu dan lainnya saling berbeda, tetapi perbedaan tersebut
seharusnya dipandang secara positif sehingga diharapkan saling kenal mengenal
satu sama lain. Dari saling kenal mengenal itulah diharapkan akan terjadi
pertukaran pengetahuan, keterampilan bahkan kebudayaan dan peradaban umat
manusia (Surah An-Nisa:1)
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4
¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6Ï%u ÇÊÈ
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa:1)
Dinamika yang diperoleh manusia melalui hubungan antara
satu dan lainnya itu akan melahirkan berbagai perubahan dan kemajuan. Perubahan
dan kemajuan itulah yang disebut pembangunan, baik pembangunan aspek fisik,
mental bahkan rohaniah. Budaya dan peradaban manusia semakin berkembang
sepanjang manusia menjalankan silaturrahmi, persahabatan dan persaudaraan,
tetapi sebaliknya bilamana manusia saling menjajah, konflik dan menggunakan
politik tertutup bukan politik barer inclusive, maka kebudayaan dan
peradaban manusia akan menjadi kerdil.
Seseorang yang mengasingkan diri dari kehidupan
sosialnya, maka dia akan semakin kerdil, karena pada dasarnya alienasi adalah
penyakit yang bisa menghantarkan manusia ke lembah kesengsaraannya terutama
tekanan psikologis yang tidak jarang membawa manusia ke alam narkoba sebagai media mencari
kepuasan pribadi. Kehidupan pribadi tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan
sosial, begitu sebaliknya kehidupan sosial juga dipengaruhi oleh kehidupan individu-individu yang ada di
masyarakat tersebut.[5]
Dalam
kehidupan berumah tangga ataupun bermasyarakat juga tidak menutup kemungkinan
terjadi permasalahan antar individu ataupun kelompok masyarakat. Untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Islam sudah mengajarkan umatnya
untuk memecahkan sesuatu dan bertindak berdasarkan Al-Qur’a dan hadits.
Dalam hal ini, Ali Nurdin menyebutkan
ciri-ciri khusus dari masyarakat ideal yang disebutkan oleh Al-Qur’an[6],
yaitu:
1.
Musyawarah
Kata musyawarah berasal dari bahasa arab musyawarah
yang merupakan bentuk isim mashdar dari kata kerja syaawara-yusyaawiru.
Kata ini terambil dari kata sya, wa dan ra’ yang bermakna pokok
mengambil sesuatu, menampakkan dan menawarkan sesuatu.
Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan tentang
bermusyawarah, bahkan fakta sejarah juga menunjukkan banyak menceritakan
tentang kehidupan orang-orang sebelumnya yang bermusyawarah. Seperti kisah dalam perang Uhud. Yang
diterangkan dalam QS. Ali Imran: 159
$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 (
öqs9ur |MYä. $àsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym (
ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ÍöDF{$# (
#sÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4
¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Dalam ayat ini disebutkan tiga sifat dan sikap secara
berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Saw untuk dilaksanakan sebelum
bermusyawarah. Ketiga sifat tersebut adalah berlaku berlaku lemah lembut, tidak
kasar dan tidak berhati keras. Meskipun ayat tersebut berbicara dalam onteks
perang uhud umat Islam mengalami kekalahan yang serius, namun esensi
sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap kaum muslim yang
hendak mengadakan musyawarah, apalagi bagi seorang pemimpin. Kalau dia berlaku
kasar dan keras hati niscaya peserta musyawarah akan meninggalkannya.
2.
Keadilan
Keadalian
adalah kata jadian dari kata “adil” yang diserap dari bahasa arab ‘adl.
Seorang yang adil adalah yang berjalan lurus dan sikanya selalu menggunakan
ukuran yang sama, bukan ukuran yang
ganda. Persamaan itulah yang menjadikan seorang yang adil tidak berpihak pada
orang lain.
Ayat-ayat yang
menjelaskan masalah ini cukup banyak terutama yang terkait dengan masalah
penetapan hukum, beberapa ayat tersebut yaitu QS. An-Nisa: 58
*
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4
¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3
¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
3.
Persaudaraan
Suatu masyarakat tidak akan berdiri tergak apabila anggota warganya tidak
menjalin persaudan. Persaudaraan tidak akan terwujud apabila tidak saling
mencintai dan bekerja sama. Setiap anggota masyarakat yang tidak diikat oleh
ikatan kerjasama adan kasih sayang serta persatuan yang sebenarnya, tidak
mungkin dapat bersatu untuk mencapai tujuan bersama. Al-Qur’an secara tegas
menyatakan bahwa sesama mukmin adalah bersaudara. QS. Al-Hujurat:10
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷uqyzr& 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
“Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.”
4.
Toleransi
Persaudaraan
yang diperintahkan Al-Quran tidak hanya tertuju kepada sesama muslim, namuun juga keoada sesama warga masyarakat
yang non-muslim. Salah satu alasan yang dijelaskan Al-Qur’an adalah bahwa
manusia itu satu sama lain bersaudara karena mereka berasal dari sumber yang
satu. Seperti yang ditegaskan oleh QS. An-Nisa ayat 1 yang sudah dikutip
diatas. Selain itu, juga ditegaskan dalam QS. Al-Hujurat: 13
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4
¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4
¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
B. Manusia Makhluk yang Bermanfaat Bagi Orang Lain
Manusia
menurut pandangan islam harus bermanfaat bagi manusia lainnya sebagaimana
penegasan Rasul bahwa “sebaik-baik seseorang diantara kamu adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain”. Oleh sebab itu manusia hendaknya selalu
melakukan amal atau pekerjaan yang baik, menjauhi pekerjaan yang bisa
mendatangkan kerusakan di muka bumi ini. Memang tugas manusia sebagai khalifah
Allah adalah untuk memakmurkan bumi (Al-Qur’an Surah Hud: 61)
Dalam surah Hud tersebut tugas utama manusia
adalah memakmurkan bumi yakni menaburkan kedamaian, kesejahteraan bagi penghuni
alam semesta ini tanpa kecuali baik alam nabati, hewani maupun insani. Tugas
kekhalifahan ini tidak bisa dipisahkan
pula dengan tugas utamanya sebagai hamba Allah (Abdullah) yang secara kontinu
mengabdi dan beribadah kepada-Nya. Posisi manusia sebagai Abdullaah dan
Khalifatullah itulah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang sempurna.
Sebagai Khalifatullah manusia diberi izin oleh Allah untuk mengolah bumi dan segala
isinya untuk kepentingan umat manusia bukan untuk kepentingan dirinya secara
pribadi semata. Agar manusia mampu mengelola alam semesta dan mengambil manfaat
dari alam semesta ini, maka diperlukan pengetahuan dan keterampilan. Hasilnya
adalah didapatnya berbagai kemudahan bagi manusia sendiri. Tetapi pengetahuan
yang berkaitan dengan alam semata, tidaklah mencukupi. Oleh sebab itu sesuai
dengan manusia memliki sisi fisik, mental dan rohani maka pengetahuan yang bisa
mengisi dan mengembangkan kepuasan mental dan rohaninya dibutuhkan pula yakni
pengetahuan yang terkait dengan agama. Kajian terhadap agama (Al-Qur’an dan
Sunnah) akan membuahkan sesuatu yang menjadikan mannusia menjadi bermakna dalam
kehidupannya.
Untuk
menjadi manusia yang bermanfaat dan untuk memudahkan kehidupan dan memberi
makna kehidupan, tidak ada jalan lain kecuali menguasai ilmu pengetahuan
teknologi.
Selain
bertugas untuk memakmurkan bumi, manusia juga hendaknya menjalankan amar ma’ruf
dan nahi munkar. Buah dari amar ma’ruf dan nahi munkar tersebut adalah manusia
selalu berada dalam jalan kebenaran dan kebaikan, kedamaian, ketenteraman dan
tersemainya keindahan.[7]
Melihat
konteks yang sudah dipaparkan diatas, pada dasarnya menyerukan manusia untuk
berbuat baik dan memberi manfaat kepada orang lain. Lalu mengapa kita harus
berbuat baik? Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan mengenai ini.
Diantaranya adalah karena islam mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan
ibadah ghairu mahdhah, yaitu ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia.
Ibadah-ibadah tersebut banyak yang menganjurkan untuk berbuat baik. sebagai
contoh shadaqah, banyak dalil naqli yang menganjurkan untuk bershadaqah baik
bersumber dari Al-Qur’an dan hadits. Dan banyak lagi ibadah-ibadah lainnya yang
berhubungan dengan anjuran untuk berbuat baik kepada sesama manusia.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Manusia merupakan individu yang hidup bersama
individu yang lainnya. Manusia juga merupakan makhluk Allah yang paling sempurna, namun ia tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain dan tanpa bersosialisasi.
Dalam kehidupan ini, Allah
menciptakan laki-laki dan peremuan, yang mana antara satu dengan yang lainnya
saling memerlukan. Seperti yang sudah dijelaskan dalam makalah ini, dengan
adanya sosialisasi antara satu dengan yang lainnya akan menjadikan manusia
lebih berkembang, karena dengan bersosialisasi dengan baik manusia akan dapat
saling bertukar informasi, kebudayaan ataupun pengetahuan antara yang satu
dengan yang lainnya.
Didalam Al-Qur’an Allah
SWT juga menjelaskan bagaimana bermasyarakat dengan baik, sebagaimana yang
dijelaskan menurut konsep Ali Nurdin. Ciri khusus masyarakat ideal menurut
Al-Qur’an yaitu bermusyawarah, adanya keadilan, persaudaraan, toleransi.
Sebagai makhluk sosial
yang baik, tentu manusia harus bisa
menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain. Kenapa harus berbuat baik dan
memberi manfaat kepada orang lain? Hal ini sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu
karena Islam mengajarkan umatnya untuk berbuat baik terhadap orang lain sebagai
contoh shadaqah, infak, zakat, Qurban, aqiqah dan yang lainnya adalah bukti
nyata bahwa Allah menginginkan manusia untuk memberi manfaat untuk orang lain.
Selain itu, kita juga diajarkan untuk menjalankan amar ma’ruf nahi munkar yaitu
perintah untuk melaksanakan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Dengan demikian
sudah sangat jelas sebagai manusia kita harus memberikan manfaat dan kebaikan
untuk orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Nurdin, 2006, Qur’anic Society;
Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Al-Qur’an, Erlangga, Jakarta.
Darmansyah, 1986, Ilmu Sosial Dasar, Usaha
Nasional, Surabaya.
H. Hartono dan
Arnicun Aziz, 1990, Ilmu Sosial Dasar, Bumi Aksara, Jakarta.
H. Kamrani Buseri, 2014, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam,
Aswaja Pressindo, Yogyakarta.
Soleman b. Taneko, 1984, Struktur dan Proses Sosial, Rajawali
Pers, Jakarta.
Wahyu Ms, 1986,
Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya.
[1] Wahyu Ms, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya, Usaha Nasional,
1986) h.53
[5] H. Kamrani Buseri, Dasar, Asas, dan Prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta,
Aswaja Pressindo,2014), h.237
[6] Ali Nurdin, Qur’anic Society; Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam
Al-Qur’an, (Jakarta, Erlangga, 2006), h. 225
Tidak ada komentar:
Posting Komentar